Selasa, 17 Januari 2012

UMUM....!!!!!!!!!!

Peluang Usaha dan Bisnis Budidaya Ikan Lele Sangkuriang

Bagi sebagian orang ikan lele dihubungkan dengan ikan pemakan segala terutama yang kotor dan berkonotasi sebagai makanan murah atau tidak berkelas. Itu mungkin dulu karena saat ini pembudidayaan ikan lele menggunakan pelet atau makanan ternak yang diprodukdi oleh pabrik sehingga terjamin kualitas dan kebersihannya.
Saat ini ikan lele sudah bukan merupakan makanan rakyat desa saja karena rumah makan besar seperti Pecel Lela dan Lele Saurus telah menyajikan aneka hidangan yang berhubungan dengan ikan lele.
Dari beberapa jenis ikan lele yang berhasil di-budidaya kan di Indonesia maka jenis ikan lele sangkuriang merupakan jenis ikan lele yang menjadi primadona para penggemar hidangan dari ikan lele ini. Tekstur daging ikan lele sangkuriang yang lebih padat serta lebih cepat untuk dipanen menjadikan ikan lele sangkuriang ini sangat digemari baik oleh para pecinta hidangan ikan lele ini maupun para peternak lele di Indonesia.


Besarnya permintaan ikan lele di JaBoDeTaBek saja yang berkisar 100 ton per malam menjadikan peluang usaha dan bisnis ikan lele khususnya ikan lele sangkuriang menjadi demikian menarik. Permintaan ikan lele sebanyak itu berasal dari sekitar 25.000 pedagang pecel lele di JaBoDeTaBek saja dan belum ditambah dengan permintaan dari luar daerah. Pasokan ikan lele dari JaBoDeTaBek yang belum dapat memenuhi permintaan pasar mengakibatkan didatangkannya ikan lele dari luar daerah seperti dari Subang, Bandung, Purwakarta, Sukabumi dan Bogor. Bahkan menurut sumber lainnya  harga ikan lele meningkat dari Rp 11 ribu menjadi Rp 13 ribu per kilogram di tingkat petani.

ekonomi


   PERKEMBANGAN HUTANG LUAR NEGERI
               
  Indonesia menggunakan hutang luar negeri untuk mempercepat pembangunan ekonominya. Hutang luar negeri dimasukkan sebagai penerimaan pemerintah dalam APBN setiap tahunnya. Sumber pinjarnan Indonesia selama ini berasal dari negara-negara dan badan-badan bantuan multilateral yang tergabung dalam Consultative Group for Indonesia 2) atau CGI (sebelurnnya Inter Governmental Group on Indonesia, IOGI). Dengan tingkat suku bunga yang rendah, tenggang waktu (grace period) dan masa pembayaran cicilan pokok dan bunganya yang cukup panjang, maka pinjaman dari COl merupakan sumber pembiayaan utama. Meskipun hutang luar negeri menjadi komponen yang penting dalam struktur pembiayaan pembangunan, namun dalam menjalankan kebijaksanaannya, pinjaman dana yang berasal dari luar negeri tersebut didasarkan pada beberapa kriteria pokok yang tujuannya untuk menyelaraskan antara kebutuhan akan pinjaman dana luar negeri dengan politik luar negeri yang bebas aktif, sebagaimana telah digariskan dalam GBHN. Selain itu, efisiensi dan efektifitas penggunaan dana menjadi pertimbangan utama, sehingga kriteria pokok tersebut diarahkan pada tiga hal, yaitu:
1.      Bantuan luar negeri tidak boleh dikaitkan dengan politik
2.      Syarat-syarat pembayaran harus dalam batas-batas kemampuan untuk membayar kembali
3.      Penggunaan bantuan luar negeri haruslah untuk pembiayaan proyek-proyek produktif dan bermanfaat.
                 Namun kenyataannya, ketergantungan Indonesia akan hutang luar negeri semakin besar sehingga menjadi suatu "keharusan". Terus masuknya hutang luar negeri dengan persyaratan lunak dan tingkat suku bunga yang rendah melalui konsorsium IOGI dan COl merupakan instrumen kebijaksanaan yang konstan sejak awal Pemerintahan Orde Baru. Sebagai akibat dari kemerosotan ekonomi Orde Lama dan menutup defisit anggaran pembangunan, Pemerintah Orde Baru memerlukan pinjaman luar negeri untuk program stabilisasi dan rehabilitasi perekonomian nasional. Dalam sidang pertama pada tahun 1967, IGGI memutuskan memberikan bantuan sebesar US$ 200 juta dengan persyaratan lunak, masa pembayaran 25 tahun dan tenggang waktu 7 tahun, dan tingkat suku bunga 3 persen per tahun. Sejak itu hutang luar negeri terus meningkat.
                 Alasan mendasar dibutuhkannya hutang luar negeri adalah karena tabungan domestik tidak mencukupi, yang menunjukkan bahwa upaya pemerintah untuk memobilisasi dana domestik tidak pernah mengimbangi besarnya kebutuhan dana untuk investasi. Kesenjanganan tara tabungan dalam negeri baik pemerintah dan swasta menyebabkan hutang luar negeri dan PMA merupakansuatu "keharusan" bagi pembiayaan investasi.

Puissi

Persahabatan

Tak mengenal ras dan bahasa
Jangan pandang ia dari warna
Papa dan kaya bukan bencana
Susah dan senang lalui cerita

Terdiam kita dalam kesunyian
Merenung ia tak kunjung datang
Menangisi kenangan mati dijalan
Seribu keceriaan tak terlupakan

Jagalah kesucian dari sang hitam
Lebih dan kurang jadi bimbingan
Menutupi fitnah jangan berjalan
Jauhkan beban dari sang kelam

Mengapa kita mengotorinya
padahal suci didepan mata
Mengapa hati mesti dikhianati
Bila sang raja benar mengarahi